Would you like to hear a story?

 

Sekitar Juni 2020 kemarin, saya mendapat tugas untuk menuliskan cerita perubahan selama mengikuti program Guardian of Peace (GoP) KITA Bhinneka. Saya pikir bahwa tulisan tersebut hanya akan dibaca oleh Kak Therry—selaku direktur, dan Kak Naomi—selaku officer, jadi, waktu itu saya benar-benar buka-bukaan haha. Ternyata (dan entah bagaimana), cerita perubahan saya itu terpilih untuk dimuat di Annual Magazine KITA Bhinneka. Duh, sebenarnya waktu itu saya belum siap mem-publish cerita saya.

Ada apa gerangan, Wi, kok kamu masih ‘takut’ orang-orang membacanya?

 

Saya pikir jawabannya adalah, karena ada beberapa kalimat yang menurut saya cukup sensitif, ada prasangka-prasangka, dan proses membandingkan, meski dengan dalih “begitulah adanya.” Yang mana, kalau orang-orang yang mengenal saya membacanya, somehow I feel like I’ll be hated. Dan waktu itu sempat ada kekhawatiran juga bahwa barangkali, perubahan yang saya rasakan ini hanyalah sementara, sebagai euforia dari berkomunitas lagi setelah sekian lama.

Tapi di sinilah saya. Kembali menulis terkait perubahan apa yang saya alami setelah bergabung di KITA Bhinneka Tunggal Ika, selama kurang lebih setahun setengah. Tujuannya masih sama, untuk lanjut ke kelas Advanced* hihi, ditambah keinginan saya secara tulus ingin memperkenalkan KITA Bhinneka pada orang-orang yang sempat membaca ini.

Secara garis besar, apa yang berubah dari saya, tidak berubah dari apa yang saya tulis sebelumnya. Let me summarize it :

1.    Saya menjadi tidak canggung untuk muncul di WAG angkatan. Di mana, saya merasa bahwa saya sering berbeda pendapat (atau persepsi?) dengan orang-orang di grup, pun kami memang pada dasarnya tidak banyak berinteraksi di dunia nyata, sehingga malu muncul di grup.

2.    Gaya chat saya yang awalnya terkesan cool tone, berubah menjadi lebih friendly, dengan banyak membubuhkan ucapan “terima kasih” dan “wkwkwk”.  Berusaha untuk selalu mengapresiasi, ketimbang mengkritik terlebih dahulu.

3.    Terasa lebih ikhlas saja dalam menerima hal/kejadian yang tidak mengenakkan (coping with stresses), sebisa mungkin mencoba untuk tidak marah, atau paling tidak, merasa menyesal setelah marah.

4.    Mulai jarang menulis diary, sebab kegelisahan dan kesyukuran sudah terbagi setiap kali sesi refleksi, check-in, dan kadang juga cerita ke teman.

 

Sekarang, Alhamdulillah, perubahan itu masih terasa, dan beberapa poin malahan makin menguat. Misal, pada poin 2, yakni tentang apresiasi. Pun setelah ikut Skill Up—Giving Feedback and Basic Coaching, jadi makin bersemangat untuk mempraktekkannya, selain karena merasa bersalah atas kritik-kritik pedas saya di masa lampau (kek udah tua banget yah).

Beberapa kali dalam kerja kelompok—dan saya berperan sebagai ketua, ketika saya merasa sudah mengarahkan suatu tugas dengan jelas namun yang dilaporkan tidak sesuai arahan, saya merasa ingin marah tapi ditahan… ucapkan “terima kasih” dulu, baru kemudian digiring agar dia memperbaikinya :)

Sebaliknya juga, ketika posisi saya sebagai anggota, saya berusaha mengapresiasi ketua saya atas inisiatifnya, atas kerjanya, sekalipun itu tidak memenuhi work standard saya (Ingat: BPWR* :’))

 

Yang menurut saya ada peningkatan juga ialah, perihal keterbukaan. Beberapa minggu yang lalu, dengan permulaan yang cukup rumit, saya akhirnya bisa bicara heart to heart  dengan kakak saya, yang mana momen itu saaaangat jarang ada. Biasanya, kalau dia bercerita, saya lebih banyak mendengar ketimbang balik bercerita, tapi paling sering memang kita tidak bercerita satu sama lain. Rasanya lumayan juga. Toh bukankah ‘harta yang paling berharga adalah keluarga?’ :v

 

Terlepas dari itu, beberapa yang kemudian saya sadari juga sebagai KITA effects ialah terkait dengan self confidence. Awalnya (periode sampai Juni itu), saya merasa hanya sebatas menerima diri saya (self acceptance), tapi masih sering minder. Sekarang bukan tidak pernah minder juga sih haha (I think that’s one of human nature too), tapi frekuensinya sudah demikian berkurang, didukung juga barangkali dengan buku-buku self improvement yang saya baca, dan dari kajian-kajian agama terkait bersyukur. Confidence di sini juga termasuk keberanian dalam berbicara di depan umum dan dalam menerima tantangan. Contoh kecil mungkin ketika ditawari handle sesuatu di Peace Leadership Training. Saya yang dulu pasti bakal berpikir panjang sebelum jawab “ya”, tapi kemarin itu justru merasa ketagihan, mau lagi dan mau terus wkwk.

 

Setelah self confidence tadi, saya juga merasa lebih mudah berinteraksi dengan orang-orang yang beragam. Misal kasusnya seperti ini. Dalam satu angkatan, kita tidak bisa pungkiri bahwa pasti ada orang-orang yang kita kenal hanya sebatas wajah dan nama. Tapi, bisa saja ada suatu kondisi dimana kita harus berinteraksi dengan orang itu. Nah, ada beberapa pembelajaran yang saya dapat dari KITA yang membuat saya bisa paham orang seperti apa yang saya hadapi, sehingga kemudian terasa lebih mudah memulai atau maintain percakapan dengannya (ingat untuk selalu dalam warm tone style haha).

 

Selebihnya itu, saya cuma mau bilang (ini bukan perubahan sih, lebih ke discovery), bergabung di KITA itu mendatangkan banyak pintu-pintu produktivitas dan hal-hal positfi :v. Saya kembali mengisi blog setelah bertahun-bertahun kan untuk menulis refleksi materi PLC yang worth it untuk dibagikan atau sekadar jadi self-reminder, teori-teori dan praktek kepemimpinan juga dapat, diperkenalkan juga tentang andradogi dengan metode yang fun, diajarkan bagaimana project management yang baik, dan banyak lagi. Hal positifnya lagi ialah, apa-apa yang dapatkan selama menjadi GoP itu sangat bisa diterapkan di luar komunitas (KITA). Once Kak Therry said, “…tidak masalah kalau ada GoP yang tidak aktif di KITA, tapi aktif di komunitas lain (yang ada hubungannya dengan perdamaian dan kepemimpinan) ” Bahkan konsep perekrutan GoP yang kelima lebih menekankan kesitu, penguatan leadership and peace competences beberapa orang yang kemudian mereka diharapkan dapat menguatkan komunitas lainnya (lingkungan dimana mereka berada). Saya betul-betul merasakan ketulusan di dalam itu, sehingga ada sedikit guilty ketika tidak menyebarluaskan project GoP dan KITA Bhinneka Tunggal Ika ini kepada teman-teman.

 

Akhir kata, cuma mau bilang terima kasih. Pada Tuhan Yang Maha Baik , KITA Bhinneka, dan kamu yang sudah membaca sampai di sini. Merekomendasikan ikut GoP? Tentu saja. Tetapi itu kembali lagi ke kebutuhan masing-masing, toh ada banyak kok ‘tempat untuk tumbuh’ di luar sana. Semoga kita sama-sama berada di ‘tempat’ yang tepat, amiiin :)

 

*Advanced Class : Lanjutan dari Peace and Leadership Class

*BPWR: Building positive working relationship

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel "Memberi Jarak pada Cinta"

Naluri: Review Novel "Penguasa Lalat" oleh William Golding

Man’s Search For Meaning by Viktor E. Frankl : A Reflection