Ketika Salento Merindukan Ibu
Salento termangu melihat beberpa butir beras yang menjelma menjadi nasi (?) dihdapannya. Sebenarnya ia sendiri bertanya, apakah didepannya saat ini adalah sesuatu yang orang-orang sebut ‘nasi’ untuk dimakan guna memiliki tenaga demi menyambung hidup. Bukannya tak mau menolak, ia hanya tak bisa menolak apa yang diberikan atasannya dan Yang ada di atas sana. Sepeninggalan ibunya, yang dia bawa berkelana ke penjuru dunia hanyalah kalung emas seharga tujuh ratus duapuluh lima ribu ---- warisan ibunya dengan apa yang ia kenakan saat itu. Bukan main beraninya, dia menyusuri lautan, samudera, pepulauan, selat diantara selat, lembah diantara lembah dengan bekal yang bagimu akan ludes tak genap sehari. Tapi, kasih Tuhan untuk Salento masih mengalir meski tak deras. Di sebuah daratan tanpa nama, ia disuguhi pekerjaan sebagai sopir bus penumpang. Tak tanggung-tanggung Salento menerima suguhannya. Dalam hati ia berterima kasih kepada Alm. Ayahanda karena sedari kecil, telah diajari naik s