Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Yang Terjadi Ketika Anda Membaca 'Catatan' dari Seorang Bookaholic

Gambar
Bertrand Russel—seorang filsuf dari Britania Raya mengatakan, ada dua motif untuk membaca buku. Pertama, kau menikmatinya dan yang kedua, kau bisa menyombongkannya . Jleb. Ketika saya membaca kutipan itu, saya sempat mengelak bahwa “tidak kok, saya membaca buku karena menikmatinya..” namun beberapa jenak kemudian hati nurani saya berbisik, “eii, masa sih, Wi?” Haha, baiklah. Saya menyatakan setuju bahwa kalimat Russel di atas juga berlaku untuk saya. Dan karena itu, saya harus banyak beristighfar. Tuhan tidak suka orang yang sombong :(, dan sungguh saya percaya, manusia sama sekali tidak pantas untuk sombong, apalagi hanya untuk perkara buku bacaan. Akan tetapi bagi saya pribadi, sepertinya perlu ditambahkan satu opsi lagi, bahwa: kau tidak menikmatinya dan tidak pula ingin menyombongkannya. Karena memang, kadang saya tetap menuntaskan membaca sebuah buku, meskipun sudah tidak dihayati lagi. Hari ini sebenarnya saya baru saja menamatkan buku ke-100 yang saya baca, yang dicatat

Man’s Search For Meaning by Viktor E. Frankl : A Reflection

Gambar
    Selamat Malam (silakan menyesuaikan dengan waktu masing-masing), semoga kita senantiasa diberi kelimpahan rahmat oleh Tuhan yang Maha Baik. Beberapa saat kemarin, ketika semester lima saya sudah menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, kesibukan saya benar-benar turun drastis. No . Bukan kesibukan, tapi aktivitas yang setiap harinya tugas, diskusi, webinar, dan lain-lain, rasanya kok berhenti secara bersamaan dan menyisakan waktu yang begitu luang bagi saya.   But I like it. Really . Saya sudah lama menantikan saat-saat seperti itu, dimana tidak ada deadline—yang berarti saya bisa leluasa melakukan hobi saya: membaca, mendengarkan musik, sembari tetap mengerjakan pekerjaan rumah. Akan tetapi, di luar dugaan, saya mulai merasakan sesuatu yang asing. Bukan sedih, bukan juga kesepian. Semacam rasa kosong nan hampa yang tiba-tiba merembes ke sanubari. Ya, rasa itu datang begitu saja, dan dimana saja. Di kamar mandi, sebelum tidur, setelah makan.. dan itu sungguh, tidak mengenakkan.

It's been a Month..

  Hai hai.. here we go again ! Salam dan doa untuk kita semua ya, berhubung pandemi (ternyata) belum usai dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan itu, pun karena sejatinya kita memang perlu untuk saling mendoakan. Welcome “Akuuu!” Hari ini saya memilih untuk mengajak “aku” bercerita, alih-alih “saya”. Karena saya sebenarnya berharap yang membaca ini adalah orang-orang yang mengenal baik saya, ketimbang Pembaca Budiman yang sering saya sebut di tulisan-tulisan lalu. Haha, karena ini ringan banget gaes. Kayak sebatas curhatan saya terkait sebulan terakhir ini. Oke. Aku sengaja menulis ini sebelum melanjutkan menulis beberapa refleksi dan review buku yang tertunda. Sekadar check-in saja sih.. Aku membayangkan sedang menceritakan cerita-cerita seperti ini kepada my besties dan karena sulit lagi mendapatkan masa itu, aku luapkan di sini saja :) Satu bulan terakhir ini, menurutku ialah bulan tersibuk (mungkin) selama work from home berlangsung. Utamanya satu dua minggu terakhir ini. L

Menyelesaikan Masalah vs. Melampaui Masalah

Gambar
Selamat malam, semoga Tuhan selalu melimpahi kita dengan rahmat-Nya. Tulisan ini ialah yang terakhir sebelum kami—para GoP berpindah ke  Advanced Class  untuk PLC berikutnya. Meskipun lagak-lagaknya (dilihat dari  slide opening -nya) materi ini sudah masuk  advanced class  sih haha.  Over all,  sebenarnya saya mau bilang materi ini adalah salah satu yang berkesan. Pertama kali saya memberi judul refleksi sama dengan judul PLC-nya, juga pertama kali saya menuliskannya tepat dihari kami diberikan. Hanya saja karena satu dan lain hal, baru sempat saya unggah sekarang. Jadi, semoga Pembaca Sekalian juga merasakan “kesan” yang saya dapatkan. Selamat membaca :) -   Awal bergabung di KITA Bhinneka Tunggal Ika sebagai guardian of peace , saya sebenarnya sering mempertanyakan ini (dalam hati :v), kenapa yah orang-orang KITA pakai istilah “melampaui” alih-alih “menyelesaikan” atau “mengatasi”? Biasanya kata tersebut disandingkan dengan masalah, konflik, pertentangan, keterbatasan, yang

Mungkinkah Melakukan Perubahan Sosial Tanpa Kekerasan?

Gambar
  Mungkinkah mengintervensi sosial tanpa kekerasan? Pertanyaan inilah yang menjadi topik di awal PLC #17 kemarin tentang The Spirit of Non-Violence . Dan mendengarnya, I really have no idea . Pikiran saya malah melayang-layang ke masa SD-SMP, kepada cerita-cerita guru saya tentang perbedaan anak sekolah pada masanya dan pada masa saya ketika diceritakan. Pesannya sama saja, mereka kerap ditegasi dan dikerasi oleh guru mereka, yang menjadikannya patuh, disiplin, dan bahkan itu didukung oleh orang tua mereka. Lalu, pikiran saya itu singgah juga di pesantren setara SMP saya. Para ustazd yang tidak segan memukul, pun pengurus OSIS (disebut OSPI), termasuk saya sendiri. Mungkin ini disebut negative discipline ya? Dan saya percaya bahwa metode itu memang banyak negatifnya.   Tetapi, bagaimanapun saya menganggap itu bukanlah sebuah kesia-siaan. Mengintervesi (dalam artian mengubah keadaan yang melibatkan orang lain) dengan kekerasan toh masih banyak dipakai di perkuliahan karena katanya

Review Buku: The Great Gatsby by F. Scott Fitzgerald

Gambar
Ah, akhirnya selesai juga membaca buku ini. Kemarin, ketika membelinya via online shop saya pikir itu adalah buku tebal yang bisa dibaca lama—atau saya balik, bisa menjadi bacaan saya selama berbulan-bulan di rumah. Ternyata, buku yang datang mungil sekali. Lebih kecil dari kertas A5, dan hanya 184 halaman. Tetapi, jauh dari dugaan, saya membaca buku ini cukup terbata-bata. Yah sekitar sebulanan juga. Pertama, saya akui itu karena kepercayaan diri saya yang over haha. Kemarin, ketika Haruki Murakami menyanjung-nyanjung buku ini di What I Talk About When I Talk About Running, saya merasa ingin membaca novel ini sebagaimana yang dibaca oleh Haruki. Padahal kemampuan Bahasa Inggris saya sangat tidak bisa dibandingkan dengan Haruki yang notabenenya seorang translator Jepang-Inggris. Alhasil, hingga pertengahan bukunya, saya masih tidak mengerti what are they talking about . Kosakatanya rumit sekali, gaya bicara orang Amerika yang berbeda dengan Bahasa Inggris yang saya ketahui

ULANGAN HARIAN: ANALISIS LATAR BELAKANG KONFLIK

ULANGAN HARIAN PEACE AND LEADERSHIP CLASS #16 MATERI                : ANALISIS LATAR BELAKANG KONFLIK PENGANTAR Setelah mendapatkan tiga materi tentang Nature of Conflict , baik berdasarkan pemaparan Tuan Konflik sendiri, maupun oleh penemu-penemu teorinya, berikut adalah beberapa cara atau metode-metode analisis latar belakang konflik, untuk menentukan cara penyelesaian terbaiknya: Pertama, analisis aktor konflik berupa push and pull factors. Anda harus mengetahui dulu apa yang mendorong seseorang/sekelompok orang untuk berkonflik. Juga, apa yang ingin dicapai atau diperoleh seseorang/sekelompok orang dari terjadinya konflik tersebut. Hint : push factors biasanya bersifat eksternal, tidak dapat dikendalikan, dan pengaruhnya cukup luas atau dirasakan banyak orang; pull factors selalu berasal dari diri sendiri, berkaitan erat dengan nilai/kepercayaan yang dianut, subyektif namun tidak tertutup kemungkinan dapat dirasakan oleh banyak orang yang sama budaya. K

Some Theories About How The Conflict Appears

Gambar
Sepertinya wawancara ekslusif seorang moderator dengan Tuan Konflik (baca di sini: https://abdatullah.blogspot.com/2020/05/eksklusif-bincang-damai-bersama-konflik.html ) belum bisa memahamkan kita lebih dalam tentang penyebab konflik itu sendiri. Untuk itu, saya di sini akan coba menjabarkannya (lagi), berdasarkan teori-teori yang ada. Haha. Sebenarnya Itu bukan keinginan saya, Teman-Teman. Tapi, PLC ke-15 ini (wah tidak terasa sudah sejauh ini) sungguh membahas tentang teori-teori penyebab konflik itu. Kemarin Kak Therry apik sekali menjelaskan teori tersebut beserta contohnya di kehidupan nyata. Berhubung saya tidak banyak tahu sejarah, penjelasan saya mungkin akan membosankan haha. Apalagi, saya kurang fokus mencatat nama-nama pencetus teorinya karena tempo hari sambil nyambi menyetrika baju :( Tapi bagaimana pun juga, saya merasa materi ini sangat bermanfaat untuk benar-benar memahami konflik di sekitar kita. Terlebih lagi, saya dapat ‘jatah’ wajib merefleksi pek